Baca selengkapnya
#Penyunting naskah bukan pengarang dan pengarang adalah penyunting naskahnya.
"Writing has always been it for me.” – Stephen King
Dalam menyunting naskah, ada rambu-rambu yang
perlu diperhatikan oleh seorang penyunting naskah sebelum mereka menandai setiap kosakata yang salah. Tujuannya agar
tidak terjadi persoalan/masalah di kemudian hari yang berkaitan dengan
penulis/pengarang.
Rambu-rambu ini menjadi pedoman atau pegangan bagi
penyunting dalam menangani naskah orang
lain. Aturan ini dikenal dengan sebutan “Kode Etik Penyunting Naskah.”
Apa sajakah itu kode etiknya? Yuk simak
penjelasannya di bawah ini.
1. Penyunting naskah wajib
mencari informasi mengenai penulis naskah sebelum mulai menyunting naskah.
Bagaimana cara
mengetahui informasi tersebut? Ada tiga cara yang bisa ditempuh.
Pertama, hubungi
penulis secara langsung: melalui temu muka, melalui telepon, atau melalui
surat.
Kedua, melalui
editor penerbit bersangkutan, yang pernah berhubungan dengan penulis itu.
Ketiga, melalui
penerbit lain yang pernah menerbitkan karya penulis itu.
Setidaknya
penyunting naskah telah memperoleh gambaran/kesan tertentu mengenai penulis,
khususnya ,mengenai temperamennya (wataknya).
2. Penyunting naskah bukanlah
penulis naskah
Penyunting naskah
sekadar membantu penulis/pengarang. Namun, tanggung jawab isi/materi naskah
tetap ada pada penulis, bukan pada penyunting. Oleh karena itu, penyunting
naskah sebaiknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis.
3. Penyunting naskah wajib
menghormati gaya penulis naskah.
Gaya yang perlu
ditonjolkan dalam naskah ialah gaya penulis, bukan gaya penyunting. Meskipun
penyunting boleh mengubah naskah di sana sini (misalnya, ejaan) yang penting
ditampilkan tetaplah gaya penulis.
4. Penyunting naskah wajib
merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang disuntingnya.
sebelum naskah
terbit, informasi yang terdapat dalam naskah sifatnya rahasia. Informasi itu
hanya diketahui penulis dan penerbit/penyunting. Oleh karena itu, penyunting
tidak boleh membocorkan informasi itu sehingga orang lain bisa mengetahuinya
dan kemudian (misalnya) menerbitkan buku dengan tema yang sama terlebih dahulu.
Dalam dunia penerbitan, hal semacam ini dianggap tidak etis.
5. Penyunting naskah wajib
mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diubah dalam naskah.
Penyunting naskah
tidak boleh merasa “sok tahu” ---- apa pun alasannya---- karena hal ini akan
merugikan penerbitan. Jika penyunting bersikap sok tahu, ada kemungkinan
penulis menarik kembali naskahnya. Atau boleh jadi, penulis tidak mau lagi
menawarkan/menyerahkan naskah ke penerbit bersangkutan ini dan tentu ini akan
merugikan pihak penerbit. Lebih-lebih jika penulis itu termasuk penulis buku
yang laris. Jangan sampai ya, dears.
6. Penyunting naskah tidak boleh
menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya.
Dalam tugasnya
sehari-hari, ada kemungkinan penyunting naskah menyimpan sejumlah naskah
sekaligus (di atas meja, dalam laci, atau dalam lemari). Akibatnya, boleh jadi
naskah tertentu tercecer atau bahkan hilang. Jika hal ini terjadi, bisa saja
penulis mengadukan penyunting/penerbit ke polisi dan lagi-lagi akan merugikan
pihak penerbit. Jadi, penyunting naskah harus menjaga baik-baik naskah yang
masih berada dalam tanggung jawabnya.
Begitulah kode etik
yang perlu dipahami oleh penyunting naskah. Berminat menjadi penyunting naskah
orang lain? Kamu harus tahu kode etik ini ya, guys.
Salam hangat,
Helen Amelia
Sumber: Buku
Pintar Penyunting Naskah karya Pamusuk Eneste
0 Reviews